9.09.2008

Malam ini pemuda itu shalat dengan begitu tenang, seolah dia tidak mempedulikan apapun disekelilingnya. Dia larut dalam shalatnya. Gerakan-gerakannya begitu tenang. Tidak cepat juga tidak lambat. Dialah Bima, dia berusaha agar tidak melakukan kesalahan pada saat dihadapan Alloh. Walaupun dia tidak bisa melihatNya langsung. Namun dia yakinkan bahwa Alloh melihat dirinya.
Setelah salam terakhir dari 11 rakaat yang dia lakukan. Dia menengadahkan kedua tangannya ke atas.
"Ya Alloh..ampunilah dosa-dosa hamba..hamba sadar begitu besar dosa yang hamba lakukan..hanya pintu maaf dan rahmat dariMu lah yang bisa menyelamatkan hamba dari dosa ini.."

9.04.2008

Boleh ga' wanita haid menyentuh dan membaca al-Quran

Assalamu 'alaykum Warahmatullahi Wabbarakaatuh....
Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah Muhammad s.a.w.

Bismillaahirrahmannirahiim....

Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai Boleh tidaknya seorang wanita yang sedang haid untuk menyentuh/memegang dan membaca Al Quran, membuat saya menjadi penasaran untuk mencari tau dalil-dalil yang berhubungan dengan hal-hal tersebut, karena ini adalah tulisan perdana saya yang saya posting sendiri (bukan hasil copy paste seperti postingan sebelumnya ) saya berharap apa yang saya tulis ini dapat bermanfa'at bagi saya sendiri khususnya untuk menambah wawasan saya dan bagi ikhwah fillah umumnya. Mohon saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki diri ini kedepannya. Silakan dibaca... :)
Dalam masalah wanita yang membaca Al Quran ketika Haid, Kebanyakan ‘ulama menyatakan hal tersebut haram dengan alasan:,
Telah berkata Ibnu ‘Umar, sabda Nabi s.a.w. : „Tidak boleh membaca Qur’an orang yang junub dan tidak boleh (pula) perempuan yang berhaid”.
(H.R. Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Hadis yang lain:
Telah berkata Ibbir : Sabda Nabi s.a.w. : „Perempuan yang berhaid dan bernifas tidak boleh membaca akan sesuatu dari pada Qur’an”.
(H.R. Daraquthni).
Menurut sebagian ‘ulama hadis, kedua hadis tersebut lemah, dengan alasan:.
Hadiets pertama itu tidak sah, karena di dalam isnadnya terdapat orang yang bernama Ismail bin ‘Ayasy, dia dilemahkan oleh imam-imam seperti Ahmad, Bukhari dan lain-lain, dan di Hadiets yang kedua terdapat isnad¬ yang bernama Muhammad bin Fadl-I. dia terkenal sebagai tukang memalsu Hadiets.
Tidak ada Hadiets yang sah dalam difasal ini. Sehingga pendapat yang mengharamkan perempuan yang masih berhaidl atau bernifas membaca Qur’an itu, menjadi lemah.


Didalam Fiqh Perbandingan 5 Mazhab Para ahli fiqih sepakat bahwa wanita yang haid diharamkan untuk melakukan beberapa diantaranya yaitu Membaca al-Quran. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, "Orang yang haid dan junub tidak diperbolehkan membaca sesuatu dari al-Quran." Kemudian Menyentuh al-Quran. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt : "Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (al-Waqi'ah:79), dan sabda Rasulullah s.a.w, "Tidak boleh menyentuh al-Quran kecuali orang yang suci."

Nah...berkenaan dengan Surah al-Waqi'ah:79 dan juga Hadis diatas dijelaskan di dalam Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 dimana yang dimaksud dengan “..orang-orang yang disucikan…” dalam surah diatas adalah mereka yang telah disucikan oleh Alloh dari segala kotoran syirik, nifaq dan fusuq.

Sementara itu dalam Terjemahan Tafsir Al Azhar Jilid 9 Tafsir surah ini agak panjang daripada Tafsir Ibnu Katsir diatas. Qatadah mengatakan : “Tidaklah menyentuh akan dia di sisi Allah kecuali orang-orang yang suci. Adapun selama di atas dunia ini orang Majusi menyembah api menyentuh Al- Quran dalam najisnya, orang munafik pun menyentuhnya juga dalam kekotoran jiwanya.”

Qatadah mengatakan juga bahwa dalam Qiraat Ibnu Mas’ud kata Laa di pangkal ayat tertulis Maa. Yaitu: Maa yamassuhu illal muthahharuun.

Abul ‘Aliyah menegaskan : “Semacam kamu tidaklah dapat menyentuhnya sebab kamu orang yang berdosa.”
Ibnu Zaid mengatakan : “Kafir Quraisy mengatakan bahwa Al-Qur’an ini diturunkan kepada syaitan. Maka datanglah ayat ini menegaskan bahwa syaitan itu kotor, sebab itu tidak akan dapat menyentuhnya.” Ibnu Zaid mengambil dalil dari Q.S asy-Syu’ara’: 210-211 yang artinya : “Dan tidak Dianya menurunkan akan dia syaitan dan tidaklah hal itu panas buat mereka, sesungguhnya mereka itu adalah disihkan daripadanya.”

Nah…dari ayat ini dan berdasar pada tafsir yang telah dikemukakan oleh ahli-ahli yang telah disebutkan sebelumnya, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwasanya Al Quran adalah barang suci dan terpelihara baik, terpelihara tinggi. Di dalam ayat lain lagi dijelaskan tempat memeliharanya yaitu di Lauh Mahfuzh (Surat al-Buruz ayat 22). Orang yang dapat mencapai tempat yang tinggi dan mulia itu tidaklah sembarang orang, melainkan hendaklah dia orang yang suci, yaitu suci hatinya.

Tegasnya hendaklah dia mengakui lebih dahulu bahwa Allah itu tidak bersekutu dengan yang lain, Tauhid semata-mata, bersih jiwa daripada keraguan dan kekufuran. Maka kalau sudah demikian halnya, akan terbuka sendirilah, dengan izin Allah, hijab selubung Al Quran itu baginya. Bagi jiwa yang bersih seperti itu tidaklah ada jarak di antara dirinya dengan Kitab yang maknun atau dengan Lauh Mahfuzh itu. Hal ini dijelaskan lagi oleh al-Farraa’ dengan katanya : “Artinya ialah tidak akan menikmati bagaimana rasanya dan manfa’atnya, kecuali orang yang beriman kepadaNya.”

Adapun menyentuh Mushaf, yaitu kitabnya sendiri, atau bukunya itu, memang sudah ada sebuah Hadis :
“Daripada Abdullah bin Umar (radhiallahu ‘anhu): “Telah melarang Rasulullah s.a.w. bahwa musafir seseorang dengan Al Quran ke negeri musuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka datanglah suatu Hadis yang dirawikan oleh Imam Malik di dalam kitab Al-Muwaththa’ , bahwa Nabi Muhammad s.a.w bersabda :
“Tidaklah menyentuh akan Al Quran itu kecuali orang yang suci.”


Tetapi Sanad, (sandaran) dari Hadis yang menyatakan tidaklah patut menyentuh akan Al Quran kecuali orang yang suci, yang dengan Hadis ini diambil dalil untuk menyuruh berwudhu’ baru menyentuh Al Quran, Pengarang tafsir Al Quran yang terkenal, yaitu Ibnu Katsir menegaskan bahwa Sanad Hadis itu masih meminta peninjauan yang seksama (fiihi nazhar). Dengan begitu, dapatlah kita pahami bahwa dia tidak dapat dijadikan hujjah untuk mewajibkan kita jika hendak menyentuh Al Quran hendaklah berwudhu terlebih dahulu. Meskipun kita merasakan lebih baik jika berwudhu, tetapi bukan wajib.

Bahkan Hadis melarang membawa Mushaf Al Quran ke negeri musuh yang shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, di zaman sekarang ini susah juga mempertanggungjawabkannya. Dalam hubungan dunia seperti sekarang, sulit melarang membawa Al Quran ke negeri musuh. Apalagi di negeri-negeri yang disebut negeri musuh itu di zaman sekarang telah banyak orang Islam. Di sana berdiri mesjid-mesjid yang besar, seperti di London, di Australia dan di kota-kota besar Amerika. Dengan beribu-ribu maaf kita mengatakan bahwa jika Rasulullah s.a.w. masih hidup di waktu sekarang, besar kemungkinan akan Beliau izinkan bahkan Beliau anjurkan membawa Al Quran ke negeri-negeri itu, walaupun negeri itu masih tetap negeri “musuh”, namun di sana sudah ada pemeluk “Agama Islam” yang tulus ikhlas. Ketika penulis tafsir ini datang ke London pada bulan Mei 1966, pada hari Ahad, penulis dapati lebih 100 orang Islam kulit putih shalat Dzuhur berjamaah di taman Hyde Park yang terkenal. Demikian yang bisa saya tulis pada kesempatan kali ini. Semoga dapat menjadi nilai amal bagi diri saya...jika terdapat kesalahan sudah pasti datangnya dari diri saya karena kebenaran yang hakiki hanyalah milik Alloh 'Azza Wa Jalla.

Alhamdulillahi Rabbil 'Allamiin...

8.19.2008

Wanita yang Pernah Ternoda

Artikel ini saya kutip dari www.kotasantri.com

Publikasi : 15-08-2008 @ 09:09

Penulis : Erwin Arianto

KotaSantri.com : "Selamat pagi, Denty," sapa lembut seorang suster perawat yang berpapasan denganku pada pagi itu, di rumah sakit tempat aku menjalankan kehidupan siangku sebagai Assisten Dokter, sebagai syarat agar aku menjadi seorang dokter, ini adalah keinginan ibu yang menginginkan aku menjadi dokter.

"Ibu mau, kamu menjadi dokter, biar bisa menyembuhkan orang, biar ada orang yang mau mengabdi kepada orang yang susah. Ibu tidak mau, kamu jadi dokter yang materialistis." ucap ibu ketika aku bingung memutuskan jurusan kuliah yang akan aku geluti kala itu.

Ya, ibu sangat traumatik ketika ibu membawa almarhum ayahku yang telah meninggal ketika terjadi kecelakaan, dan ibu mendesak aku untuk menjadi seorang dokter yang bisa diandalkan.

Mungkin kehidupan siangku berisi dengan penuh pengabdian kepada masyarakat, tapi aku menyukai dunia yang gemerlap kala malam hari. Pergi ke diskotik adalah sebuah menu wajib bagiku, dan aku suka berganti-ganti pacar, bertujuan agar dia bisa membiayaiku dalam menikmati remang-remang diskotik. Hobiku yang satu ini cukup menguras uang yang cukup besar.


Banyak lelaki yang tertarik kepadaku karena aku bertubuh tinggi dan cukup menarik minat mereka. Banyak yang mungkin hanya tertarik dengan tubuhku saja, tapi hal itu tidak menjadi permasalahan buatku. "Yang penting aku bisa dugem," itulah alasanku ketika Tini, sahabatku, memberikan nasihat.

Pagi itu, aku bertemu seorang wanita berjilbab menangis sesegukan di depan koridor Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tempatku praktik. Aku memandang wajahnya lekat, dan aku mencoba menyapanya pagi itu. Karena percaya padaku, dia bercerita banyak tentang dirinya.

Jiwaku resah mendengar kisahnya. Dengan keraguan yang menggelayut dalam matanya dan air mukanya yang gelisah, aku tidak yakin dia akan menyelesaikan ceritanya, tapi entah dorongan dari mana, dia menuturkan juga pengalamannya yang membuat hatiku koyak. Perempuan dengan tatapan lembut di hadapanku sedikit terlihat lega, sekaligus agak takut setelah menyelesaikan ceritanya.

Mataku nanar setelah mengetahui kisah hidupnya. Kisah hidup perempuan manis yang selalu tampak ramah dan ceria, yang berusaha keras menjaga dirinya dari setiap jamahan pria-pria tak bertanggung jawab, yang menutup auratnya sempurna, yang cerdas, yang aktif, yang rendah hati, yang sebelumnya tak pernah sebersit pun kukira bahwa ada fragmen dalam hidupnya yang terkoyak yang pernah menghancurkan jiwanya, walaupun kini ia berhasil bangkit.

"Aku sudah terjamah. Aku benci!" tutur wanita itu menyelesaikan kisahnya. Dia hanya menyebutkan namanya Tika, ketika aku menanyakan siapa namanya.

Aku menimang-nimang, mulai membandingkan kilasan cerita yang ia tuturkan dengan peristiwa yang kualami tiga bulan yang lalu. Jika dia, perempuan berjilbab nan manis itu merasa telah ternoda karena sebuah tangan kotor milik seorang dokter tak bertanggung jawab di sebuah rumah sakit, maka aku adalah perempuan yang lebih hina lagi.

Jika jiwanya saja bisa begitu terguncang karena tangan kotor milik dokter itu telah dengan seenaknya menyentuh dan menikmati sisi kewanitaannya ketika dia dalam keadaan tergolek lemah setengah sadar di rumah sakit, maka jenis perempuan apakah aku ini, yang liar, menjijikan, dan tak pantas disebut perempuan baik-baik?

Jika kejadian yang menimpanya hampir lima tahun lalu, jauh sebelum dia akhirnya memutuskan untuk mengenakan pakaian muslimah, masih saja menggoreskan luka dalam di hatinya, maka hatiku telah hancur lebur mengingat peristiwa manis sekaligus pahit yang kualami akhir beberapa bulan lalu lalu.

***

Pikiranku melayang waktu kejadian di apartemen Burhan, seseorang yang berstatus sebagai kekasihku.

"Kamu mau main ke tempatku?" tanya Burhan kala itu, seorang pria pengusaha muda dari negeri jiran yang kukenal di diskotik di bilangan Kemang. Dia berkata, dia begitu menyukai aku atau mungkin hanya menyukai tubuhku.

"Kamu dokter kan?" tanya Burhan kepadaku.

"Betul, aku seorang dokter." jawabku.

"Berarti kamu tahu bagaimana agar kamu tidak hamil kan, Denty?" ucap Burhan yang begitu menggetarkan aku.

"Mas, aku bukan pelacur," ucapku kepada Burhan kala itu.

"Sudahlah, Denty, aku tidak mengatakan kamu pelacur. Kita melakukannya karena suka sama suka bukan?"

"Jadi, kamu tidak mau bertanggung jawab terhadap bayi yang ada di kandunganku ini?" tanyaku kepada mas Burhan yang saat itu menjadi kekasihku.

"Bajingan kamu, mas," ungkapku.

Dan Burhan hanya tersenyum terkikik melihat sikapku dan meninggalkanku siang itu di depan apartemennya pada pertemuan keduaku.

***

Aku tersadar kembali dan bertatap mata kepada Tika, wanita yang tadi menangis di hadapanku.

"Jika itu saja kau sebut sudah terjamah, lalu kau sebut apa peristiwa yang terjadi padaku?" kalimat itu ke luar begitu saja tanpa kusadari.

Sejurus dia memandangku lekat. Di balik mata kecilnya, aku melihat kejernihan dan kepolosan seorang muslimah yang baik hati. Apakah aku sanggup menceritakan kepahitan ini? Sedang riak wajah gadis di hadapanku menyiratkan keingintahuan dan tanda kesiapan mendengar setragis apa pun kisah yang akan kuceritakan.

Lalu, tanpa bisa dibendung lagi, seolah air bah yang mengalir deras karena bendungan tak lagi mampu menahan tekanannya. Kalimat-kalimat jujur tentang segala kegundahan hatiku, tentang merananya aku, tentang kekecewaan, tentang hinaan dan deraan yang lama kupendam, kusimpan dan kusembunyikan di balik senyuman yang kupaksakan, akhirnya meluncur deras tanpa bisa lagi kutahan dan kusembunyikan. Aku menangis menceritakan kisahku yang sungguh menyayat hatiku.

Waktu itu, hanya sebuah perkenalan biasa yang akhirnya membawa petaka. Sebuah kesenangan yang berakhir duka. Seorang pria mempesona yang menyeretku pada siksa. Dia begitu tampan, bersahaja, dan menyenangkan. Kedalaman matanya membiusku, tutur katanya menggetarkanku, setiap sentuhannya membakarku.

Malam itu, setelah seharian menemaninya berkeliling kota, tanpa kami masing-masing sadari, kami telah berada di sebuah ruangan di apartemennya, hanya berdua, saling tertarik, saling menginginkan, dan aku terlena, melupakan semua perkara dan fakta bahwa pria yang melenakan ini adalah pria yang baru kukenal, pria yang esok atau lusa akan meninggalkanku kembali ke negaranya. Dan benar saja, setelah malam itu, aku tak pernah mendengar kabarnya lagi.

Aku menutup wajahku malu. Perempuan di hadapanku tak bergerak, terpaku saja mendengar kisahku. Sedetik kemudian aku merasakan sebuah rangkulan hangat.

"Menangislah," katanya lembut.

Dan aku menangis sejadi-jadinya. Menyesali kebodohanku, meratapi nasibku, menangisi mahkotaku yang hilang sebelum semuanya halal. Aku bukan lagi wanita suci, aku bukan lagi gadis berbudi, aku tak ada bedanya dengan sampah.

"Kita, perempuan, adalah objek yang sangat mudah mengalami pelecehan, baik kita sadari maupun tidak." Perempuan itu berkata lembut, "Jika kita tidak menjaga diri baik-baik, semua akan berakhir fatal." Kata-katanya menghujam, "Apa yang menimpamu adalah sebuah kesalahan dan dosa. Untuk menebusnya, kau harus kembali padaNya dan bertaubat."

"Tapi, aku hina," ucapku seakan meyakinkan diriku sendiri.

"Pintu maaf Allah begitu luas terbentang terbuka. Dan yakinlah, Allah akan memaafkanmu," ujar Tika dengan lembut kepadaku, walau dengan sedikit airmata menahan perih rasa di dadanya.

Apa iya? Aku menimang-nimang dalam hati, tapi pandangan tajam menghujamnya seolah menembus ke dalam mataku lalu menancap tepat di hatiku.

"Aku temanmu, aku akan mendukungmu, yakinlah, dunia belum runtuh, kau hanya perlu bartaubat dan tidak mengulangi kesalahanmu," kata-katanya masih lembut, tetapi menggetarkan hatiku.

"Mungkin aku "Neurosis"," ujarku kepada tika, seorang wanita yang baru kukenal dan menyadarkan atas kekhilafanku.

"Apa itu Neurosis?" tanya Tika singkat kepadaku.

"Kondisi psikologis yang di dalamnya pola perilaku abnormal timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan dalam menghadapi kecemasan dengan cara-cara yang bisa diterima secara sosial."

"Apakah kamu beragama Islam?" tanya tika kepadaku.

"Ya, aku Islam," ucapku kepada Tika.

"Tidakkah Kau merindukan Allah?" tanya Tika kepadaku.

"Allah," ucapku dalam hati, aku telah melupakannya. Dia yang memberiku kesempatan menjadi dokter di tengah ke status keyatimanku. Hatiku menangis menyesali apa yang pernah aku lakukan.

Aku menunduk memikirkan ucapan Tika, aku berjanji dalam hati untuk menjaga diriku dari mata-mata liar dan tangan-tangan jahil pria-pria tak bertanggungjawab. Dan aku berajanji mengubah masa laluku yang kelam ke arah yang benar sesuai petunjukNya.

Aku merasakan sebuah tarikan halus, aku menurut saja ketika perempuan lembut itu membimbingku ke mushala.

"Shalat taubat, yuk!" ajaknya.

Kami pun segera ke mushala menjalankan shalat taubat. Selesai melaksanakan shalat taubat, Tika menuntunku dalam membaca do'a taubat, "Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang berlebihan dalam urusanku. Ampunilah kesalahanku yang Kau lebih mengetahui daripada aku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang lalu dan yang akan datang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang dan dosa yang Kau lebih mengetahui daripada aku. Kau-lah yang mengajukan dan Kau-lah yang mengakhirkan, dan Kau Mahakuasa atas segala sesuatu."

Dan mulai saat itu, aku mengenakan jilbab yang menghias mukaku, serta kututup semua tubuhku. Dan aku akan mengabdikan ilmu kedokteran yang aku miliki untuk mengabdi sepenuhnya kepada kebutuhan ummat.

Terima kasih Ibu, Terima kasih Tika, Terima kasih ya Allah atas semua yang Kau berikan.